ASAL
MULA NAMA SAYAMBONGIN
Dahulu kala Sayambongin
hanyalah hutan
semak belukar dan
belum berpenghuni. Orang
pertama yang memasuki
daerah ini adalah
dua orang kakak
beradik yang bernama
Asalim dan Jamahum. Kedua kakak beradik
ini bukan tanpa alasan
untuk
menempati daerah
ini. Tujuan mereka
adalah membuat garam
karena letaknya memang
di pesisir pantai.
Saat itu
memang garam masih
langkah dan susah
untuk mendapatkannya. Cara mereka membuat
garam masih sangat
sederhana yaitu dengan
cara membuat api
diatas tumpukan potongan-potongan kayu.
Setelah api membesar
mereka berdua mulai mengambil air
laut kemudian di
curahkan diatas api
begitulah seterusnya hingga api menjadi abu.
Didalam abu itulah
bercampur garam, untuk memisahkan
garam dan abu mereka
kumpulkan abu – abu tersebut lalu
di isi di satu
tempat yang terbuat dari
pelepah sagu dalam
bahasa saluan dinamakan
Kumba’. Diatas permukaan
Kumba di siram
lagi dengan air
laut, dibawah Kumba
mengalirlah air, air
inilah yang kemudian
dimasak lagi untuk
menjadi garam dan
dinamakan garam batu
karena bentuknya bergumpal - gumpal padat seperti
batu.
Untuk mengetahui
kadungan garam dalam
air tersebut banyak
atau sedikit, dilakukan
dengan cara memasukkan sebutir
kemiri yang masih
utuh, jika kemiri
terapung itu berarti
kandungan garamnya banyak
dan proses memasaknya
cepat. Namun sebaliknya jika kemiri
tenggelam artinya kandungan
garamnya sedikit dan
proses memasaknya pun
lama.
Tak jauh
dari tempat pembuatan Garam Asalim dan
Jamahum, ada sebatang
Pohon Beringan yang
sangat besar (Sekarang
tempat itu di sekitar depan bengkel). Mereka sengaja
membuat garam ditempat
itu agar jika ada
orang yang mencari
mereka tidak susah
untuk menemukannya karena
ada Pohon beringin
sebagai Tanda.
Setiap hari Asalim dan
Jamahum melakukan pekerjaan
ini, bila hari telah
senja mereka pulang
ke rumah mereka yang
berada di Dolom
Padang Kasatu (saat
ini tempat tersebut
dilokasi lapangan tembak).
Suatu hari ada Orang
Belanda yang melewati tempat
itu untuk survey
pembuatan jalan. Dari
kejauhan Si Belanda
melihat kepulan asap,
dia berfikir disini
pasti ada orang
karena ada asap
api. Dugaan Si Meneer
Belanda benar, beliau melihat
Asalim dan
Jamahum. Mendekatlah
orang Belanda tersebut
lalu bertanya pada mereka “
Dimana kamu orang
Tinggal ha ? ” karena tidak
terlalu fasih berbahasa
Melayu dan
dengan sangat terburu – buru Asalim menjawab
“ Saya beringin “ (sambil
menunjuk Pohon Beringin )
padahal maksudnya adalah
“ Saya tinggal dekat
Pohon Beringin “ Si Belanda
yang juga kurang
fasih berbahasa Melayu
mengulangi kata tersebut
“ ya ya ya saya beringin”
Sejak Peristiwa
itu terciptalah Nama Saya
beringin, tempat dimana Asalim dan Jamahum membuat
Garam batu, namun
karena Pengaruh Aksen
dan dialek masyarakat
setempat sehingga dari
kata Saya beringin berubah menjadi
Sayambongin. Saya menjadi Sayam dan Beringin menjadi Bongin,
karena pada umumnya suku Saluan tidak
ada huruf “R” dalam percakapannya
sertiap hari.
Namun versi
lain mengatakan nama Sayambongin berasal dari
nama Bunga Pukul
empat yang dalam
bahasa Saluan dinamakan
Bunga Saemalom, karena
memang didaerah ini konon
banyak tumbuh bunga Saemalom.
Catatan :
Seperti
diceritakan oleh Bapak
Sahali Ahajab kepada penulis
Dongeng
tersebut diatas hanyalah
sebatas Dongeng pengantar
Tidur, penulis tidak
bermaksud untuk membuktikan
sejarah manapun dan
apapun.
agak sulit memprediksi suku asli saluan, sebab banyak versi yang ikut meramaikan persoalan ini.Dalam studi interpretasi foklor, disebutkan bahwa suku asli saluan itu adalah Loinang.Belum dapat dipastikan secara semantis apa makna dari kata loinang itu.Suku loinang,dalam fakta sejarah belum diketahui keberadaannya.Berdasarkan kondisi ril kehidupan suku saluan tersebut, terdapat bukti etnis penutur Saluan Tangkian dan Saluan Lingketeng.Menurut beberapa penutur, bahwa suku saluan Tangkian, berasal dari bukit Pinapuan, sementara Saluan Lingketeng berasal dari bukit Lingketeng.Saluan Tangkiang ketika turun gunung menempati wilayah : Batui, Hondbola, Kec. Simpang Raya, Nuhon,sementara saluan Lngketeng, menempati wilayah Batui, Kintom, Nambo, pagimana, Lobu, Bunta dan Balinnggara.Masyarakat Saluan yang berasal Lingketeng, meyakini nenek moyangnya bernama Sinanda, yang konon berasal dari Portugis.Demkian, mohon diluruskan jika ini bukan fakta sejarah.
BalasHapusTerima kasih komentnya saya juga kurang paham Pak yang saya tau saya orang saluan nambo lontio
BalasHapus