ASAL MULA NAMA BUBUNG MANTUAN
Mendengar nama Bubung Mantuan, pikiran kita pasti tertuju di Desa Sayambongin, karena tempat ini memang terletak di Desa Sayambongin tepatnya perbatasan Desa Sayambongin dan Desa Padungnyo Kecamatan Nambo Kabupaten Banggai.
Dahulu kala di tempat ini ada sebuah sumur ( Bubung, bhs.Saluan) tak jauh dari jalan raya, tak jelas siapa sebenarnya yang menggali sumur tersebut. Kalau perjalanan dari arah Luwuk menuju Batui tempat ini berada di sisi kanan jalan. Namun sekarang Sumur tersebut sudah tidak ditemukan lagi karena peristiwa alam seperti banjir.
Alkisah ada seorang serdadu Belanda yang melewati tempat itu dengan membawa perbekalan makan ( mantu, bhs. Saluan) . Beliau sedang lapar dan hendak makan namun kehabisan air. Si Tuan Belanda ini turun dari mobilnya dan menemui seseorang warga kampung itu yang di kenal dengan Kampung Lontio ( pada saat itu Sayambongin dan Padungnyo masih masuk dalam wilayah kampung Lontio), Warga tersebut diketahui bernama Pakunda, Kemudian si Meener Belanda bertanya, “ di mana ada Sungai disini ? kami mau makan tapi tidak ada air” Karena Pakunda tidak bisa berbahasa Melayu dengan baik dan benar dengan entengnya dia menjawab “ di sini Cuma ada air di keke tapi hebok” yang artinya kurang lebih “ di sini Cuma ada air yang di gali tapi keruh “ .
Serdadu Belanda minta di antar ke tempat air tersebut karena dia sangat membutuhkannya, setelah melihat-lihat sumur dia berfikir air ini layak untuk di minum maka beristrahatlah si Belanda untuk makan perbekalan dan meminum air yang di ambil dari sumur itu. Sesudah makan Serdadu Belanda melanjutkan Perjalanan lagi.
Untuk mengenang Kisah Pertemuan Pakunda dan Serdadu Belanda yang makan perbekalan di Sumur itu, maka Pakunda memberi nama Sumur tersebut dengan nama “Bubung Mantuan” yang artinya kurang lebih sumur yang dipergunkan Tuan untuk makan perbekalan. (Bubung = Sumur, Mantu = perbekalan dan Tuan sebutan untuk Orang Belanda)
Sejak Peristiwa itu hingga sekarang tempat sumur tersebut dikenal dengan Kompleks “Bubung Mantuan”
Catatan :
Seperti diceritakan oleh Bapak Sahali Ahajab kepada penulis